z KRONOLOGI SEJARAH LOVINA ~ Adi Ngurah

Kamis, 19 Mei 2011

KRONOLOGI SEJARAH LOVINA



Tahun 1949 tanah air kita, Indonesia, mulai terbebas dari kehadiran penguasa kolonial Belanda.
Anak Agung Panji Tisna pernah berpesan kepada para generasi muda, bahwa di jaman
kemerdekaan ini agar generasi muda belajar mandiri, bila perlu menjadi wiraswasta. Beliau memberi
contoh konkrit. Setelah beliau membangun gedong bioskop “Maya Theater”, beliau mendirikan
perguruan “Bhaktyasa”, kemudian perpustakaan UAB (Udyana-Adnyana-Buana). Disamping itu A.
A. Panji Tisna sangat mencintai pertanian dan beliau membangun perkebunan jeruk di areal
perbukitan desa Seraya - Buleleng. Hasil buah jeruknya waktu itu sangat bersaing dengan jeruk
Tejakula / Bondalem.

Tahun 1953 beliau (A.A.Panji Tisna) mulai membangun tempat istirahat di tepi pantai berlokasi di
pantai Kampung Baru, desa Tukad Cebol (sekarang desa Kaliasem). Selain dibangun restoran juga
dibangun 3 kamar tamu.
Peristirahatan itu diberi nama Lovina.
A.A. Md. Udayana (dr.A.A.Md Udayana almarhum) dan A. A. Ngurah Sentanu yang sedang remaja
ikut membantu proses pembangunan tersebut. A.A. Panji Tisna berpesan agar jangan ada orang
berburu dilokasi itu. Sebuah papan dipasang dengan tulisan: "Biarlah tupai dan burung hidup bebas".
A.A. Md. Udayana berangkat ke Belanda untuk melanjutkan sekolahnya disana. Sedangkan A.A.
Ngurah Sentanu melanjutkan aktif  meladeni tamu pengunjung di restoran Lovina, yang ramai pada
hari Minggu dan hari Raya. Waktu itu, selain pelajar dan umum,  pengunjung banyak dari kalangan
birokrat, kepala kantor / instansi, dokter, kepala bank. Waktu itu Singaraja adalah ibu kota provinsi
Nusa Kecil / Nusa Tenggara.

Tahun 1959, A A Panji Tisna sering memberikan wejangan. Beliau berkata, bahwa peristirahatan
Lovina ini lebih cocok dikelola oleh orang muda. Kemudian beliau menganjurkan agar A. A. Ngurah
Sentanu melanjutkan usaha Lovina itu. Untuk itu dibuatkan surat akta jual beli dihadapan Punggawa
Banjar. Sejak itu A.A. Ngurah Sentanu mulai belajar berwiraswasta sekaligus menjadi pelayan
restoran Lovina, dengan mengajak kakak perempuannya A. A. Istri Bintang sebagai tukang masak.

Namun setahun kemudian (1960), ibu kota provinsi Nusa Kecil yang selama ini adalah Singaraja, di
pindah ke Denpasar. Perobahan itu menjadikan Singaraja hanya sebagai kota kabupaten yang makin
lama makin sepi. Nasib Lovina mendapat tantangan. Berangsur-angsur Lovina tidak bertahan
secara bisnis. Akhirnya "Lovina" terbengkalai, bangunan banyak mengalami kerusakan.

Dalam majalah Reader’s Digest terbitan 1970an, ada tulisan mengenai Lovina yang dahulu pada
tahun 1959 pernah di kunjungi penulisnya.  Ditulisan itu disebutkan Lovina sebagai tempat wisata
pantai yang masih perawan di Bali. Ini adalah merupakan tonggak yang banyak orang tidak
mengetahui, mengapa nama Lovina bisa meloncat dikenal dunia. Sedangkan waktu itu usaha
pariwisata di Indonesia belum dikenal secara umum. Setelah presiden Soekarno membangun Bali
Beach Hotel  di Sanur (mulai dibangun pada tahun 1963), barulah usaha pariwisata mulai dikenal.

Tahun 1970. Bandara Ngurah Rai dibuka untuk penerbangan internasional. Sejak itu Bali
kedatangan banyak turis. Di Buleleng para turis langsung mencari “Lovina” yang nyatanya belum
siap. Segera A A Panji Tisna membangun hotel Tasik Madu tahun (1971) yang letaknya kurang
lebih 100 meter di sebelah barat "Lovina". Selanjutnya, Anak Agung Ngurah Agung membangun
"Manggala Homestay" secara bertahap. Sedangkan A. A. Ngurah Sentanu sebagai pemilik "Lovina"
yang bangunannya banyak mengalami kerusakan, sangat kekurangan modal dan merasa “ewuh
pakewuh” untuk bersaing dengan keluarga sendiri.



Tahun 1975, A A Gothama mulai mengelola “Ayodia Accommodation” dengan cara beberapa
kamar purinya di desa Kalibukbuk dibuka sebagai guestrooms atau kamar hotel. Nama "Ayodia
Accommodation" pernah meng-global namanya karena Tony Wheeler dalam salah satu buku guide
terbitan 1980an “South East Asia On A Shoestring”, menulisnya sebagai “The best small hotel in
the world”.


Tahun 1978 perintis pariwisata, A.A. Panji Tisna wafat dan jenazahnya disemayamkan di hotelnya,
"Tasik Madu" di desa Kaliasem. Selanjutnya dikuburkan secara Kristen di pekuburan keluarga di
Bukit Golgota di bukit Seraya. Perihal Hotel Tasik Madu selanjutnya dikelola oleh salah seorang
isteri beliau beserta anak2nya..

"Lovina" yang selama hampir satu generasi (20 tahun) terbengkalai, yang banyak orang bahkan
sudah melupakannya, mulai 1979 dibenahi oleh pemiliknya A. A. Ngurah Sentanu. Pada Desember
tahun itu juga sudah mulai menerima turis.

Perlu dicatat, bahwa sejak tahun 1980 Buleleng mulai "booming". Tempat tujuan yang dikenal
wisatawan waktu itu terutama adalah "Lovina" dan "Ayodia" selain "Air Sanih"
Note: Teman-teman pengusaha juga mulai membangun hotel dan restoran. Di pantai Kubu
Gembong (pantai Anturan), ada "Simon /Yuda Cottages", "Mandara Homestay", "Agung
Homestay", "Lila Cita", "Jati Reef" di pantai Tukadmungga (sekarang Pantai Hepi).
Sedangkan putra almarhum A.A. Panji Tisna, A.A Made Jelantik merintis di sebelah barat pantai
Tanjung Alam dengan membangun "Krisna" Homestay.

Bersamaan dengan itu di Bali mulai ada wisata convensi. Pihak Kepolisian lebih meningkatkan
keamanan di Bali, tentunya di Buleleng juga. Komandan Resort (Danres) Buleleng, Letkol Drs. I
Gde Made Wismaya minta para pengusaha pariwisata di Buleleng supaya membuat wadah
/organisasi kepariwisataan, utamanya pengusaha hotel. Waktu itu tidak memungkin membentuk
cabang PHRI di Buleleng, karena struktur PHRI hanya ada di daerah tingkat I, maka dibuatlah
Himpunan Pengusaha Penginapan Buleleng (HPPB). Teman-teman menunjuk A. A. Ngurah
Sentanu sebagai Ketua Umum.

Akhir tahun 1980, ada Kunjungan Kerja Gubernur, waktu itu Prof. Ida Bagus Mantra, akan ke
Buleleng. Danres dan Bupati (Drs I Nyoman Tastera) minta kepada A. A. Ngurah Sentanu sebagai
ketua organisasi pariwisata untuk menemani bapak Gubernur untuk minta perhatian beliau, karena
kita (Buleleng) sedang gencar mempromosikan pariwisata. Antara lain dalam rangka kunjungannya
agar Gubernur meninjau perpustakaan Panji Tisna dan “Lovina”. Kebetulan "Lovina" belum
beroperasi penuh, masih dalam proses pembangunan. Bapak Gubernur sangat antusias dengan
semangat masyarakat yang sedang giat membangun, khususnya di bidang pariwisata.  

Setelah menyatakan dukungannya dalam pengembangan pariwisata, Bapak Gubernur Prof. Ida
Bagus Mantra berpesan agar nama “LOVINA’ jangan dikembangkan, karena nama itu tidak berasal
dari ucapan bahasa Bali, tegasnya. Pakai saja nama lain yang sesuai, seperti Pantai Tasik Madu,
bukankah nama itu cukup bagus, juga ciptaan A.A.Panji Tisna. Tidak perlu pakai "Lovina".
Demikian Prof. Ida Bagus Mantera menegaskan.




Tahun 1985, Bapak Bagus Putu Kari diganti oleh Bapak A. A. Ngurah Sentanu sebagai ketua PHRI
Sub-Komisariat Buleleng yang masa baktinya dijalani selama dua periode.
Note: Perlu dicatat Dinas Pariwisata di Buleleng waktu itu belum ada.  A. A. Ngurah Sentanu
sebagai ketua PHRI Sub-Komda Buleleng bersama teman-teman anggotanya secara kompak,
dengan pelbagai cara mempromosikan pariwisata Buleleng.Tahun 1980 - 1985 statistik kunjungan
tamu di Buleleng 15 -20% per tahun. Dibandingkan untuk  Bali 10 -12% per tahun. Memang waktu
itu Buleleng sedang booming

Tahun 1987, Bapak Drs. I Ketut Ginantra waktu menjabat Bupati Buleleng, sangat concern
terhadap pembangunan pariwisata di Buleleng. Saking gebunya sampai-sampai kurang cermat
melihat rambu-rambu peraturan provinsi Bali. Banyak kemajuan untuk Buleleng, namun kebijakan
pariwisata banyak yang kebablasan. Banyak hotel dan restoran dibangun tetapi usahanya sulit
berjalan, kurang promosi dan sarana umum belum memadai. Banyak pengusaha kesulitan untuk
pengembalikan kredit bank.
Batas kawasan kabur. Pembangunan kurang terkontrol. Nama “Lovina” yang selama ini dianggap
"tabu" akhirnya banyak dipakai begitu saja oleh siapa saja untuk apa saja dan dimana saja. Karena
adanya anjuran demikian.

A. A. Ngurah Sentanu sebagai pemilik "Lovina" yang secara legal mendapatkan langsung dari
penciptanya yaitu A. A. Panji Tisna merasa perlu menghadap Dinas Pariwisata provinsi Bali
Setelah diceritakan kembali asal usul nama "Lovina", A.A. Ngurah Sentanu merasa bersukur sekali
beliau-beliau di Dinas Pariwisata Bali sangat memahami. Dan nama hotel "Permata Cottages"
seketika itu juga dijinkan untuk kembali menjadi “Lovina Beach Hotel”.  A. A. Ngurah Sentanu
berkata menyatakan minta maaf sedalam-dalamnya kepada almarhum Ida Bagus Mantra, yang
tetap dihormati walaupun sudah di alam sunia.
 
  
Tahun 1980. A.A. Ngurah Sentanu terus membangun “Lovina” menjadi sebuah hotel. Tetapi,
karena pesan Gubernur dan sosok pribadi Ida Bagus Mantera yang dihormati dengan tulus, nama
"Lovina" tidak dipakai, melainkan memakai nama “Permata Cottages”.

Tahun 1981 Pembangunan hotel di Buleleng meluas .Para pengusaha sangat kreatif dengan ciptaan
nama perusahaanya masing-masing. "Hotel Baruna", "Hotel Aditya", "Angsoka" Cottages,
"Nirwana" Seaside Cottages, "Samudra", "Kalibukbuk", "Banyualit", "Celuk Agung", "Astina" dan
banyak nama inspiratif lainnya.

Turun Perda 1981 mengenai nama-nama kawasan wisata di Bali. Antara lain tercantum “Kawasan
Wisata Kalibukbuk" yang kemudian menjadi "Kawasan Wisata Kalibukbuk/ Lovina."
 

0 komentar:

Posting Komentar