z Pura Segara Penimbangan di Desa Panji ~ Adi Ngurah

Kamis, 19 Mei 2011

Pura Segara Penimbangan di Desa Panji



PURA Segara Penimbangan di Desa Panji Kecamatan Sukasada, Buleleng bukanlah Pura Segara seperti Pura Segara pada umumnya yang fokusnya memuja Tuhan sebagai Batara Baruna -- Tuhan sebagai penguasa samudera. Pura Segara Penimbangan di samping sebagai Pura Segara pada umumnya juga sebagai pura yang memiliki kaitan dengan sejarah Ki Gusti Anglurah Panji Sakti.

Orang terkenal ini memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menerapkan ilmu pengetahuan dalam menolong sesama yang sedang kesusahan. Ki Gusti Anglurah Panji Sakti yang sebelumnya bernama Ki Barak Panji menolong mereka yang sedang kesusahan dengan menggunakan ilmu pengetahuannya yang telah memperkuat dirinya secara lahir batin. Ilmu yang mampu diterapkan seperti itulah yang dapat membuat orang kuat dan hebat. Kuat dalam bahasa Sansekertanya disebut sakti.

Keberadaan Pura Segara Penimbangan ini dibangun atas dua hal yaitu sebagai Pura Segara untuk memuja Batara Segara yang tiada lain adalah Batara Baruna dan sebagai memuja roh suci (Dewa Pitara) Ki Gusti Anglurah Panji Sakti. Sebagai orang yang memiliki kemampuan mendayagunakan ilmunya untuk menolong orang lain.

Ki Gusti Anglurah Panji Sakti sendiri tidak menggunakan ilmunya untuk tujuan yang sempit, seperti menyombongkan diri, cari kekayaan yang tidak sah atau dijadian media untuk mengumbar hawa nafsu. Ki Gusti Anglurah Panji Sakti telah mampu menjadi contoh masyarakat luas bahwa memang demikianlah seseorang dalam menggunakan ilmunya itu.

Umat yang merasakan pertolongan Ki Gusti Anglurah Panji Sakti itulah yang mungkin menambahkan fungsi Pura Segara Penimbangan ini menjadi media pemujaan Ki Gusti Anglurah Panji Sakti. Dalam statusnya yang sudah mencapai Dewa Pitara dan dipuja oleh masyarakat, ini berarti Pura Segara Penimbangan di samping sebagai pura untuk memuja Tuhan di Bhur Loka sebagai Batara Baruna juga sebagai pemujaan orang sakti yang telah berhasil menggunakan ilmunya untuk menolong mereka yang sedang kesusahan.

Keberadaan Pura Segara, Pura Penataran dan Pura Puncak konon konsep pemujaan Tuhan di Tri Loka yaitu di Pura Segara untuk Bhur loka, Pura Penataran untuk Bhuwah Loka dan Pura Puncak untuk Swah Loka. Tiga pemujaan tersebut konon sudah ada sebelum Mpu Kuturan mengajarkan tentang pendirian Pura Kahyangan Tiga di setiap desa pakraman.

Dengan demikian sangat besar kemungkinannya Pura Segara Penimbangan di Desa Panji Kecamatan Sukasada itu sudah ada sebelum ada pelinggih untuk memuja Ki Gusti Anglurah Panji Sakti dalam statusnya yang sudah mencapai Dewa Pitara atau Siddha Dewata. Roh suci atau Dewa Pitara dari Ki Gusti Anglurah Panji Sakti itu distanakan di sudut barat laut Pura Segara Penimbangan dengan sebutan Dewa Taksu Bungkah Kaang.

Pelinggih tersebut sebagai pelinggih yang menyebabkan Pura Segara Penimbangan ini memiliki ciri yang khusus dan berbeda dengan Pura Segara yang lainnya di Bali. Pelinggih-pelinggih yang lainnya merupakan pelinggih utama seperti Padmasana dan beberapa Pelinggih Penyawangan seperti Penyawangan ke Ulun Danu, Dewa Ayu Putering Segara sebagai manifestasi Ida Batara Segara (Dewa Baruna). Dewa Ngurah Pasek karena Ki Gusti Anglurah Panji Sakti ibunya Si Luh Pasek.

Ada juga Penyawangan untuk Dewa Ngurah Majapahit. Ki Gusti Anglurah Panji Sakti adalah putra dari Dalem Sagening dengan istri penawing atau selir Si Luh Pasek berkuasa di Bali atas jasa-jasa Raja Majapahit, karena itu ada juga penyungsungan kepada roh suci Raja Majapahit.

Nama-nama pelinggih di Pura Segara Penimbangan itu umumnya sudah menggunakan sebutan masyarakat pada umumnya. Menurut budaya Bali menyebutkan nama seseorang yang dihormati secara langsung pada zaman dahulu amat tabu atau tidak dibolehkan.

Kalaupun menyebutkan nama secara langsung harus didahului dengan ucapan tabe pakulun, baru nama yang akan dituju boleh disebutkan. Kalau menyebutkan nama seseorang yang dihormati secara langsung tanpa menyebutkan terlebih dahulu ucapan tabe pakulun menurut keyakinan orang Bali Hindu, orang tersebut akan tulah atau disebut kewalat.

Keyakinan tersebutlah yang menyebabkan sebutan-sebutan yang dipuja di setiap pelinggih itu agak sulit melacak menurut sistem pemujaan sistem pantheon Dewa-dewa Hindu. Yang jelas Pura Segara Penimbangan ini terkait dengan konsep pelestarian alam dan masyarakat yang dituangkan dalam ajaran Sad Kerti sebagaimana diajarkan dalam Lontar Purana Bali.

Salah satu dari Sad Kerti itu adalah Samudeara Kerti yaitu ajaran untuk mengingatkan umat Hindu untuk senantiasa menjaga kelestarian samudera. Pendirian Pura Segara di beberapa pantai di Bali salah satu tujuannya adalah pemujaan kepada Tuhan untuk memohon agar umat termotivasi secara spiritual untuk senantiasa memperhatikan kelestarian samudera.

Dari samudera itulah air menguap menjadi mendung. Mendung yang turun menjadi hujan ditampung oleh hutan. Hutan yang menampung air itu terus menjadi sumber terwujudnya danau. Di Pura Segara Penimbangan terdapat Pelinggih Dewa Ngurah Ulun Danu. Pemujaan di Pelinggih Ulun Danu inilah umat dimotivasi secara spiritual agar menjaga kelestarian danau.

Dalam ajaran Sad Kerti terdapat unsur Danu Kerti sebagai amanat kitab suci untuk menjaga secara baik agar danau itu tidak rusak tercemar perilaku yang tidak terpuji pada sumber air sebagai unsur alam yang paling menentukan kehidupan di bumi ini. Pura Segara juga betujuan untuk menanamkan wawasan kelautan atau wawasan maritim kepada umat Hindu bahwa laut itu memegang peranan yang strategis dalam kehidupan di bumi ini.

0 komentar:

Posting Komentar