z 2011 ~ Adi Ngurah

www.adingurah.co.cc

Selamat Datang Di Blog Adi Ngurah , Semoga Dapat Bermanpaat Bagi Kita Semua

SELAMAT HARI RAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN

Semoga Apa Yang Telah Kita Lakukan Mendapatkan hasil Yang Memuaskan Sesua Dengan Ajaran Agama Yang Kita Anut , Semoga Kedamaian Selalu Menyertai Kita semua Di Dunia Ini

PELABUHAN BULELENG

Dulu Buleleng Sempat Terkenal Dengan Pelabuhan Kapalnya Yang Sekarang Sudah Tinggal Kenangan.

ADI NGURAH

Terlahir Penuh Dengan Keterbatasan Tak Membuatku Untuk Pantang Menyerah Dengan Keadaan, Kini Ku Bangkit dan Akan Ku Tunjukkan Kalau AKU BISA !

BULELENG IN A SECOND

Keindahan Buleleng Dengan Berbagai Tempat Wisata Yang Tak Kalah Dengan Daerah Lain Di Indonesia.

SELAMAT HARI RAYA NYEPI TAHUN CAKA 1934

Jadikan Hari Raya Nyepi Tahun Ini Sebagai Pencerminan Hidup Kita Yang Di Masa Lalu , Mari Kita Berbenah diri dari Sekarang.

MUDA KREATIFITAS

Tetaplah Berkarya Dan Jadikan Hidupmu Bermanfaat Bagi Semua Orang

Senin, 26 Desember 2011

Nyepi


Hari Raya Nyepi adalah hari pergantian tahun Saka (Isakawarsa) yang dirayakan setiap satu tahun sekali yang jatuh pada sehari sesudah tileming kesanga pada tanggal 1 sasih Kedasa. Secara lebih jelas, arti perayaan nyepi dijelaskan pada tajuk lain.
Kegiatan dalam menyambut Hari Raya Nyepi ini ada dua macam yaitu:
1 Sehari sebelum hari raya Nyepi, tepat pada bulan mati (tilem) melaksanakan upacara Bhuta Yadnya (mecaru).
2 Pada hari raya Nyepi yaitu awal tahun baru Saka yang jatuh pada tanggal 1 sasih Kedasa dilaksanakan upacara Yoga Samadhi.

Ada empat berata pantangan yang wajib diikuti pada saat hari raya Nyepi, disebut Catur Berata Penyepian, yaitu:
1 Amati Geni berpantang menyalakan api
2 Amati Karya menghentikan aktivitas kerja
3 Amati Lelanguan berpantang menghibur diri / menghentikan kesenangan
4 Amati Lelungaan berpantang bepergian

Dalam kesenyapan hari suci Nyepi ini kita mengadakan mawas diri, menyatukan pikiran, serta menyatukan cipta, rasa, dan karsa, menuju penemuan hakikat keberadaan diri kita dan inti sari kehidupan semesta. Lakukan Berata penyepian upawasa (tidak makan dan minum), mona brata (tidak berkomunikasi), dan jagra (tidak tidur).

Keesokan harinya yaitu hari raya Ngembak Geni, segenap isi rumah keluar pekarangan dan bermaaf-maafan dengan tetangga dan handai tolan yang ditemui, dalam suasana batin yang telah bersih dan dipenuhi kebijaksanaan.

Hari raya Nyepi oleh umat hindu di Bali dirayakan sebagai hari pergantian tahun baru Caka. Hari raya ini menurut penanggalan hindu jatuh pada tanggal satu (penanggal pisan) sasih X (kedasa) atau tepatnya sehari sesudah tilem ke IX (kesanga). Terdapat beberapa rangkaian pelakasanaan hari raya Nyepi ini, yaitu:

Melasti

Melasti sering disebut dengan Melis atau Mekiis. Upacara melasti ini dilakukan pada pengelong 13 sasih kesanga (tepatnya traodasa kresnapaksa sasih IX). Pada upacara melasti ini dilakukan pensucian atau pembersihan segala sarana atau prasarana persembahyangan. Alat-alat atau sarana persembahyangan yang dibersihkan antara lain adalah: pratima dan pralingga. Sarana-sarana ini selanjutnya diusung ke tempat pembersihan seperti laut (pantai) atau sumber mata air lain yang dianggap suci, sesuai dengan keadaan tempat pelaksanaan upacara (desa, kala, patra). Tujuan dari upacara melasti ini adalah untuk memohon tirtha amerta sebagai air pembersih dari Hyang Widhi.

Tawur Kesanga

Tawur kesanga jatuh sehari sebelum pelaksanaan hari raya nyepi yaitu pada tilem kesanga. Pada upacara tawur ini dilakukan persembahan kepada para bhuta berupa caru. Caru ini dipesembahkan agar para bhuta tidak menurunkan sifat-sifatnya pada pelaksanaan hari raya nyepi. Hal ini juga bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur jahat dari diri manusia sehingga tidak mengikuti manusia pada tahun berikutnya. Upacara tawur kesanga ini sering juga disebut dengan upacara pecaruan dan juga tergolong upacara bhuta yadnya.

Hari Nyepi

Hari raya nyepi dirayakan oleh umat dengan cara melakukan Catur Bratha Penyepian. Catur bratha penyepian terdiri dari empat macam pantangan yaitu: amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bekerja) dan amati lelanguan (tidak melakukan kegiatan hiburan). Semua pantangan in dilakukan untuk mengekang hawa nafsu dan segala keinginan jahat sehingga dicapai suatu ketenangan atau kedamaian batin. Dengan ini pikiran manusia bisa terintropeksi atas segala perbuatannya pada masa lalu dan pada saat yang sama memupuk perbuatan yang baik untuk tahun berikutnya. Semua ini dilakukan selama satu hari penuh pada hari raya nyepi.

Ngembak Geni
Sehari setelah hari raya nyepi, semua aktivitas kembali berjalan seperti biasa. Hari ini dimulai dengan persembahyangan dan pemanjatan doa kepada Hyang Widhi untuk kebaikan pada tahun yang baru. Pada hari ngembak geni ini hendaknya umat saling bersilatuahmi dan memaafkan satu sama lain.

Hari raya nyepi pada hakekatnya adalah hari pengekangan hawa nafsu dan intropeksi diri atas segala perbuatan yang dilakukan pada masa lalu. Pelaksanaan hari raya nyepi ini harus didasari dengan niat yang kuat, tulus dan ikhlas tanpa ada ambisi tertentu. Pengekangan hawa nafsu untuk mencapai kebebasan batin memang suatu ikatan tetapi ikatan itu dilakukan dengan penuh keikhlasan.

Secara lebih jelas, pelaksanaan berata penyepian dapat dilihat pada tajuk berikut

Powered By : http://www.hindubatam.com

Sabtu, 03 September 2011

Asal mula nama Desa/Kelurahan Banyuning



Asal mula nama Desa/Kelurahan Banyuning adalah Monaspathika diman nama-nama Monaspathika diambil dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata Mona dan Spathika. Mona berarti diam/hening, Spathika berarti air. Jadi kata Monaspathika diartikan air yang hening/Banyuning. Desa Monaspathika sudah ada pada abad 13 dimana pada jaman itu masyarakat Monaspathika tebal keyakinannya terhadap adanya Polipos gaib yang ada pada pohon-pohon yang besar dan batu-batu yang besar maka dari itu dibangunlah Pura Pemaksanan yang sekarang diberi nama Pura Gede Pemayun. Disamping itu ada pula Pura Pemaksan yang lain seperti Pura Pemaksan Kangin, Pura pemaksan kauh yang diberi nama Pura Kerta. Lama-kelamaan begitu Mpu Kuturan dating ke Bali, berdirilah Pura Kayangan Tiga di antaranya: Pura Desa/Bale Agung, Pura Dalem, dan Pura Segara. Kemudian Dalem Shili menyerahkan prasasti Raja Purana kepada bendesa Monaspathika di mana prasasti/Raja Purana terebut ditempatkan di Pura Pemaksan Kauh (Pura Kerta) dan lama kelamaan Desa Monaspathika semakin menyempit dan bagian baratnya semakin utuh. Dan bagian lainnya yaitu:
  • Sebelah utaranya disebut subak kayu pas karena orang minum air dikedat rawa-rawa membuat orang mati yang airnya mengandung racun yang diakibatkan dari pohon-pohon yang tumbuh disitu dari itulah tempat tersebut disebut Subak Kayu Pas.
  • Sebelah selatannya subak padangkeling yang ceritanya ada orang kalingga tidak cocok dengan raja Monaspathika tentang awig-awig dan dia menyingkir keselatan buat pondok-pondok disebut Desa Padangkeling
  • Sebelah timurnya subak kayu jati disebut subak jati karena disana ada pohon-pohon jadi banyak yang ditebang oleh orang-orang Bebetin dan buat pondok disana disebut Kubujati dan subaknya disebut Subak Jati.
  • Sebelah timurnya tukad buus dibuat sawah diberi nama Subak Banyuning. Jadi seseungguhnya Monaspathika menurut Pof. Berandes orang Belanda orang Belanda tahun 1868 artinya Monaspathika: Mona = Ning Spatika yaitu berkilau, berobat sama dengan Yeh (yeh ning) dan disebut Banyuning.
Kemudian Banyuning menganut penyepian khusus yaitu pada bulan September sasih ke tiga dengan hal membuat pecaruan yang dilaksanakan pada waktu matahari berada nol derajat itu didasari penduduk Banyuning pada waktu itu kena wabah penyakit serta ditambah melakukan penyepian umum (penyepian umat hindu

Upacara ''Cakcakan'' di Desa Sambirenteng --- Bersama-sama ''Magibung'' Ayam Pecundang




SUASANA di sepanjang jalan di Desa Sambirenteng, Tejakula, begitu meriah. Warga turun ke jalan dengan wajah-wajah sumringah, penuh senyum dan gurau yang diikuti tawa berderai-derai.
Betapa tidak gembira. Senin malam itu, tepat pada bulan mati, tilem kapitu, warga Desa PakramanSambirenteng sedang menggelar upacara cakcakan, sejenis upacara magibung, makan bersama, yang diikutisekitar 1.600 orang.
Upacara yang mungkin hanya satu-satunya di Bali bahkan di Indonesia ini merupakan upacara rutin yang digelar tepat pada tilem kapitu setiap tahunnya. Diperkirakan, tradisi ini berlangsung sejak beratus-ratus tahun lalu dan tetap dipelihara dengan setia oleh warga setempat.
Namun secara pasti, tak satu pun warga Sambirenteng yang mengetahui asal-usul dari tradisi tersebut."Upacara ini hanya diketahui secara tutur-tinular dari para leluhur desa," ujar Kepala Desa Sambirenteng I Wayan Nuarya. Asal-usul sebuah upacara kadang tak terlalu penting. Yang penting bagaimana warga meyakininya sebagai sesuatu yang baik dan menjalaninya dengan setia.
Itulah yang terjadi di Sambirenteng. Ketika tilem kapitu, usai melaksanakan upacara pacaruan di perempatan jalan desa, warga turun ke jalan untuk melaksanakan upacara cakcakan. Selain upacaranya sendiri cukup unik, di mana warga terlihat makan bersama di sepanjang jalan desa, prosesi yang menjadi rangkaian upacara ini pun tak kalah uniknya.
Sebelumnya, warga yang berstatus suami-istri wajib menyetor seekor ayam aduan untuk diadu dalam acara sabungan ayam yang digelar di Pura Sanggah Desa, Desa Sambirenteng. Semua ayam yang kalah (pecundang) atau ayam yang sapih (seri) harus diserahkan kepada desa adat untuk diolah menjadi lauk-pauk pagibungan.
Lalu bagaimana dengan warga yang tak punya ayam aduan atau tidak suka mengadu ayam? Untuk masalah ini, desa adat ternyata memberi solusi yang amat manusiawi. Warga yang tak menyetorkan ayam aduan untuk diadu dibolehkan menyetor satu ekor ayam pedaging atau membayar uang pemirak (semacam uang pengganti) Rp 15 ribu. Acara sambungan ayam itu dilaksanakan sehari menjelang upacara cakcakan selama sehari penuh, dan dilanjutkan setengah hari beberapa jam menjelang upacara cakcakan dimulai.
Setelah digelar acara paebatan (memasak) secara bersama-sama, maka sekitar pukul 18.00 wita upacara cakcakan pun dimulai. Semua warga Desa Sambirenteng, laki-perempuan dan tua-muda wajib turut serta, termasuk tamu atau pendatang juga diperkenankan bergabung dalam acara makan ayam pecundang itu dengan catatan harus mengikuti tata tertib. Tata tertibnya, satu klakat nasi (satu gibungan) hanya diperkenankan untuk 8 orang. Dalam acara itu disediakan 200 klakat nasi gibungan sehingga diperkirakanjumlah orang magibung mencapai 1.600 orang.
Bisa dibayangkan betapa bergembiranya warga dalam acara magibung itu, apalagi lauk-pauknya diambil dari olahan daging ayam pecundang dalam sebuah acara sabungan. Menurut sejumlah orang, daging ayam pecundang jauh lebih enak ketimbang ayam biasa yang sengaja disembelih untuk lauk-pauk.
Asisten I Sekkab Buleleng Anak Agung Ngurah Kusa mewakili Bupati Bagiada turut serta menjadi tamu undangan dalam upacara itu. Kusa bersama pejabat Muspika Tejakula turut bergembira menikmati nasi gibungan yang dipadu dengan olahan daging ayam pecundang.  
Istilah cakcakan dalam upacara itu tak ada yang mengetahui maknanya secara jelas. Bahkan, hingga kini belum ada warga yang punya waktu untuk menganalisis kepastian makna dari kata cakcakan. Yang jelas, upacara itu berlangsung setiap tahun. Meski sejarahnya tak diketahui secara lengkap, warga Desa Sambirenteng menganggap upacara itu sebagai salah satu upacara agama Hindu.
Menurut Wayan Nuarya, pada tahun 1956 pernah upacara itu tidak dilaksanakan, dan pada tahun itu terjadimusibah yang mengenaskan. "Seseorang mengamuk sampai membunuh beberapa orang,"

Legenda Asal-Usul Nama Buleleng dan Singaraja

Legenda Asal-Usul Nama Buleleng dan Singaraja

 
Di daerah Klungkung, Bali, hidup seorang raja yang bergelar Sri Sagening. Ia mempunyai  istri bernama  Ni Luh Pasek. Ni Luh Pasek berasal dari Desa Panji. Mereka mempunyai anak bernama I Gusti Gede Pasekan.
I Gusti Gede Pasekan mempunyai wibawa yang besar. Ia sangat dicintai oleh pemuka masyarakat dan masyarakat biasa. Setelah ia berusia dua puluh tahun, ayahnya menyuruhnya pergi ke Den bukit di daerah Panji.
Keesokan harinya, I Gusti gede berangkat bersama rombongan dari istana. Dalam perjalanan ke Den Bukit ini, I Gusti Gede Pasekan diiringkan oleh empat puluh orang di bawah pimpinan Ki Dumpiung dan Ki Kadosot.
Setelah empat hari berjalan, mereka tiba disuatu tempat  yang disebut Batu Menyan. Di sana, mereka bermalam. Tiba-tiba, I Gusti Gede  Mendengar  suara gaib yang mengatakan bahawa daerah Panji akan menjadi  daerah kekuasaannya. I Gusti Gede Pasekan terkejut mendenga suara gaib tersebut.
Keesokan harinya, I Gusti Gede Pasekan melanjutkan perjalanan. Walaupun perjalanan itu sukar dan jauh, akhirnya mereka berhasil juga mencapai tujuan tersebut dengan selamat.
Suatu hari, ketika ia berada didesa ibunya, terjadilah peristiwa yang menggemparkan. Sebuah perahu Bugis terdampar di Pantai Panimbangan. Pada mulanya, orang Bugis meminta pertolongan nelayan disana. Akan tetapi, nalayan disana tidak berhasil membebaskan perahu yang kandas.
Keesokan harinya, orang Bugis itu datang kepada I Gusti Gede Pasekan. Dia berkata, “Kami mengharapkan bantuan Tuan”. Jika tuan berhasil menggangkat perahu kami, sebagian isi perahu akan kami serahkan kepada Tuan sebagai  upahnya.”
“Jika itu memang janji Tuan, saya akan mencoba mengangkat perahu yang kandas itu, “jawab I Gusti Gede Pasekan.
I Gusti Gede Pasekan berhasil membebaskan perahu itu. Ia menggunakan tenaga gaibnya untuk mengangkat perahu besar itu. Orang Bugis itu pun menaati janjinya dengan senang hati.
Sejak kejadian itu, I Gusti Gede Pasekan mulai meluaskan kekuasaannya. Pada pertengahan abad ke-17, ia mendirikan kerajaan baru di Den Bukit. Orang-orang menyebut ibu kota kerajaan itu Sukasada.
Kerajaan itu makin luas dan berkembang. Maka didirikanlah pusat kerajaan baru. Letaknya di utara kota Sukasada. Sebelum menjadi kota, daerah itu banyak sekali ditumbuhi pohon buleleng. Oleh karena itu pusat kerajaan baru itu disebut Buleleng. Buleleng adalah nama pohon yang buahnya sangat digemari oleh burung perkutut. Di pusat kerajaan baru itu, didirikan istana megah yang diberi nama Singaraja.
Nama Singaraja menunjukan bahwa penghuninya adalah raja yang gagah perkasa seperti singa. Ada pula yang mengatkan bahwa Singaraja berarti ‘tempat persinggahan raja’. Ketika kerajaannya masih di Sukasada, Raja sering singgah disana. Jadi, kata singaraja berasal dari kata singgah raja.

Senin, 01 Agustus 2011

Profil Desa Bungkulan

SELAYANG PANDANG  DESA BUNGKULAN

  1. Sejarah Desa

Desa Bungkulanjaman dahulu merupakan daerah belantara, daerah ini merupakan wilayah kekuasaanJro Pasek Menyali, sedangkan disebelah timur Tukad Aya/Desa Kubutambahan menjadi wilayah kekuasaan Jro Pasek Bulian.

Bermula dari kedatangan I Gusti Ngurah Tambahan ke Bulian, beliu berasal dari Desa Tambahan Bangli, pada saat kedatangan I Gusti Ngurah Tambahan diwilayah Bulian, wilayah tersebut terganggu keamanannya Pasek Bulian mohon bantuan kepada I Gusti Ngurah Tambahan untuk memulihkan keamanan diwilayah tersebut. Berkat kesaktian I Gusti Ngurah Tambahan dan sebilah keris pusakahnyayang bernama KI BAAN KAU, keamana wilayah tersebut pulih kembali, atas jasanya kemudian Jro Pasek Bulian member tempat tinggal tetap kepada I Gusti Ngurah Tambahan yaitu ditepi “siring Kauh” wilayah bulian (dipinggir sebelah timur tukad aya) disanalah I Gusti Ngurah Tambahan mulai membuka lahan persawahan.

Setelah peristiwa tersebut diatas datanglah Jro Pasek Menyali yang berkuasa disebelah barat tukad aya menghadap kepada Jro Pasek Bulian. Pasek Menyali memaparkan maksud kedatangannya bahwa seorang Denawa yang disebut Menaru sering mengganggu ketentraman penduduk, terutama pada waktu diadakan upacara ngusaba desa dimana penari rejang paling akhir (kitut rejang) sering diculik / dilarikan oleh I Menaru sehingga upacara menjadi terganggu dan masyarakat ketakutan.

Pasek Bulian kemudian menunjukan orang yang mungkin   bisa membantu memulihkan keamanan Pasek Menyali yaitu I Gusti Ngurah Tambahan setelah mendapatkan kesepakatan dan kesanggupan dari I Gusti Ngurah Tambahan, lalu I Gusti Ngurah Tambahan beserta pengikutnya datang untuk menyelidiki keadaan wilayah Pasek Menyali. Berkat Kedigjayaan beliu akhirnya diketahui tempat tinggal menaru yaitu di Goa Batu Mejan / Togtog Polo daerah ini merupakan daerah perbatasan Jagaraga, Girimas (dahulu sangsit) dan Bungkulan, dengan keris pusakanya yang bernama KI BAAN KAU I Menaru mendapat taklukan , karena jasa beliau maka Jro Pasek Menyali member hadia tanah /wilayah disebelah barat tukad aya.

Dengan didapatkannya hadia dari Jro Pasek Bulian dan Jro Pasek Menyali yang wilayahnya sebagian disebelah timur Tukad Aya, sebagian lagi sebelah barat Tukad Aya, Maka I Gusti Ngurah Tambakan menyatukan kedua wilayah tersebut menjadi satu (abungkul) yang disebut BUNGKULAN yang kita warisi sampai sekarang . Disamping itu nama Bungkulan identik dengan bulian, untuk mengenang jasa Jro Pasek Bulian kepada I Gusti Ngurah Tambahan. Setelah Desa Bungkulan terbentuk Pura Pasek milik Jro Pasek Menyali dijadikan Pura Desa Bungkulan , Keris Pusaka I Gusti Ngurah Tambahan sampai sekarang masih tersimpan didusun Jro Gusti Bungkulan .

Demikian sekilan sejarah terbentuknya Desa Bungkulan



  1. Visi DAN MISI

VISI

VISI Desa merupakan salah satu kendaraan sebagai pendorong bagi masyarakat desa supaya mempunyai motivasi untuk secara terus menerus atas dasar kesadaran sendiri untuk melakukan pembangunan dengan menyesuikan situasi dan kondisi saat ini, disamping daya dukung serta memanfaatkan potensi yang ada dan masalah yang selalu beriringan akan memunculkan pembangunan yang berkualitas.

VISI Desa ataupun cita-cita yang ingin dicapai masyarakat Desa Bungkulan adalah Menggali melestarikan dan mengembangkan potensi Desa untuk kesejahteraan masyarakat melalui  pembangunan yang berkelanjutan dengan menitikberatkan pada pertanian dalam arti luas berlandaskan konsep Trihita Karana.



MISI

MISI Pembangunan Desa Bungkulan Tahun 2010 – 2015 dalam mencapai masyarakat sejahtera terkai visi tersebut diatas dengan cara mengembangkan dan membangun bidang kualitas dan kuantitas serta kapasitas warga ( dibidang pendidikan dan kesehatan ) sarana prasarana dasar dan ekonomi adalah :

  1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui program pendidikan dan kesehatan serta mengembangkan potensi desa untuk membangun menuju masyarakat sejahtera
  2. Mendorong pembangunan dengan menggali potensi desa serta melestarikan dan mengembangkan dengan konsep Trihita Karana
  3. Meningkatkan ketahanan ekonomi dengan menggalakkan usaha ekonomi kerakyatan melalui program strategi dibidang produksi pertanian, pemasaran usaha kecil dan menengah
  4. Menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan potensi desa atas dasar kesadaran dan kemandirian dalam pembangunan desa yang berkelanjutan
  5. Menciptakan suasana yang aman dan tertib dalam kehidupan bermasyarakat
  6. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat antara lembaga pemerintahan didesa serta lembaga adat



  1. Lambang dan Arti

Lambang

Arti Lambang

  1. Segi Lima              : Pancasila
  2. Lumbung Sari        : Tempat Penyimpanan Hasil (Sari)
  3. Keris                     : Ketajaman Bayu, Sabda Idep
  4. Luk Pitu/Tujuh       : Berarti Sapta Gangga (Tujuh Suangai Pelambang ke Hidupan atau Amerta yang memberikan kekuatan hidup kepada manusia)
  5. Padi Kapas            : Kesuburan/Kemakmuran
  6. Lingkaran               : Bungkulan
  7. Bintang                  : Ketuhanan
  8. Tiga Bulatan           : Tri Hita Karana
  9. Nama Simbul         : “Ekam Wrddhityam Bhawana”

  Artinya tempat menyatunya yang banyak dan subur itu



  1. Batas Desa / Batas Wilayah Desa Bungkulan
  2. Sebelah Utara berbatasan dengan laut Bali
  3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kubutambahan
  4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Jagaraga
  5. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Giri Mas



  1. Jarak atara Desa dengan Pemeritahan
  2. Ibu Kota Kecamatan   :     4 Km
  3. Ibu Kota Kabupaten   :   10 Km
  4. Ibu Kota Provinsi        :   98 Km



  1. Jumlah Penduduk Desa Bungkulan : 10.212 Jiwa

Berdasarkan Kepercayaan / Agama Penduduk Desa Bungkulan dapat di Komposisikan Sebagai berikut :

  1. Agama Hindu                         : 10.156 orang
  2. Agama Islam                          :        25 orang
  3. Agama Kristen Protestan        :        26 orang
  4. Agama Budha                         :          5 orang



  1. Mata Pencaharian Penduduk
  2. Pegawai Negeri Sipil               :    344 orang
  3. Pengusaha/Suasta                    :    436 orang
  4. Petani                                      : 1.329 orang
  5. Pedagang                                : 1.152 orang
  6. Nelayan                                   :    195 orang
  7. Lain-lain                                  : 3.835 orang



  1. Sarana Kesehatan
  2. Puskesmas Pembantu
  3. Posyandu



  1. Organisasi yang ada di Desa Bungkulan
  2. Organisasi Satya Wahana BHakti
  3. Organisasi Subak Lebeha
  4. Organisasi Subak Yeh Lembu
  5. Organisasi Subak Gulingan
  6. Organisasi Subak Dalem
  7. Organisasi Subak Pungakan
  8. Organisasi Subak Yangai



  1. Struktur Pemerintahan Desa Bungkulan

Perbekel Desa Bungkulan             : I Ketut Kusuma Ardana, S.TP

Sekretaris Desa                             : I Gede Mudiarsa



Kepala Urusan                              :

      Kaur Pem.Umum                    : Gede Sudiatmaka

      Kaur Pemerintahan                 : K.S Wahyu Windrawati

      Kaur Pembangunan                 : Nyoman Budiarsana

      Kaur Kesra                              : Dewa Ketut Kertadana

      Kaur Keuangan                       : Luh Asti



Kelian Banjar Dinas                                  :

      Kelian Banjar Dinas Alasarum            : Putu Redita

      Kelian Banjar Dinas Sema                  : Gede Selamat

      Kelian Banjar Dinas Jro Gusti            : Gst. N. Sashadi

      Kelian Banjar Dinas Ancak                : Kadek Sukrawan

      Kelian Banjar Dinas Satria                  : Dw. Made Buda Kerti

      Kelian Banjar Dinas P. Sangsit           : Made Maha Werdi

      Kelian Banjar Dinas Dauh Munduk   : Nengah Radia

      Kelian Banjar Dinas Punduh lo          : Putu Purwa Tama

      Kelian Banjar Dinas Kubu Kelod       : Ketut Mujana

      Kelian Banjar Dinas Pamesan             : Made Suserama

      Kelian Banjar Dinas Sari                     : Made Gatra Atmaja

      Kelian Banjar Dinas Jro Wargi           : Putu Suarsana

      Kelian Banjar Dinas Badung              : Ketut Wirasanjaya



  1. Susunan Organisasi dan Kepengurusan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)

Desa Bungkulan

Ketua                    : Nyoman Rakiana

Wakil Ketua          : Putu Ngurah Sarjana

Sekretaris              : I Ketut Sumerta, S.Pd

Wakil Sekretaris    : Gede Ratuana, S.Pd

Bendahara             : Putu Kembar Budana

Wakil Bendahara  : Nyoman Sudiarsa



Seksi – Seksi

      Seksi Agama

      Ketua              : I Made Upekse (alm)

      Anggota          : Dewa Ketut Djareken

                                I Gst Bagus Suta Atmaja





      Seksi Kamtibmas

      Ketua              : Nyoman Sumedana

      Anggota          : Made Merta

                                Ketut Swastika



      Seksi Pendidikan

      Ketua              : Made Suma Wijana

      Anggota          : Dewa Made Dwijaya

                                Nyoman Sudiata, S. Pd



      Seksi Pemb. Ekop, dan Lingkungan Hidup

      Ketua              : Made Sukeraki

      Anggota          : Gede Oka Bakas

                                Gst. Bagus Sudarpa

                                Dewa Made Sutama



      Seksi Kesehatan, KB dan Kependudukan

      Ketua              : I Made Suparnada, S.Pd.

      Anggota          : Gede Alit Sukarsana

                                Ketut Anggardana (Alm)



      Seksi Pemuda dan Olah raga

      Ketua              : Dewa Made Saktian

      Anggota          : Gede Bagiada

                                Putu Kula Warma

      Seksi PKK     

      Ketua              : Ayu Sri Utari

      Anggota          : Gede Widiasa

                                Nyoman Budirat

                                Dewa Ketut Widiasa

                                Gede Gunama



  1. Susunan Kepengurusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Ketua                    : Ketut Arjana, S.Pd

Wakil Ketua          : Putu Dwija A. Kusuma

Sekretaris              : Gede Maharjaya

      Anggota          : Ir N Srilaba, M.Si

                              : Gede Sudarjaya

                              : Gusti Ngurah Wisnawa

                              : Nyoman Swijaya

                              : Ketut Lanang Arya

                              : Putu Kembar Budana

                              : Kade Suardana

                              : Dewa Made Buda Ardana



  1. Struktur Organisasi Karang Taruna Satya Wahana Bhakti Desa Bungkulan

Penanggung Jawab                                   : Perbekel Desa Bungkulan

Ketua                                                        : I Gede Agus Tanaya Somandhana, SH

Wakil I                                                      : Gusti Bagus Biji

Wakil II                                                     : Dewa Warsika

Sekretaris                                                  : Mangku Nyoman Sudiarsa

Wakil Sekretaris                                        : Gede Mudiasa



Bendahara                                                 : Dewa Made Budiapa

Wakil Bendahara                                       : Kadek Widiasa



Seksi – Seksi

      Sie. Bidang Diklat                              : Komang Seneng Wira

                                                                  : Kadek Saraswati, S.Pd

                                                                  : Marta Wirawan

                                                                  : Nyoman Suraga, S.Pd

      Sie. UKS                                             : Gede Alit Sukarsana

                                                                  : Ketut Resdiani



      Sie. Pembanguan Masyarakat             : Gede Suryadilaga, SH

                                                                  : Gede Kantanila

                                                                  : Kadek Suardika



      Sie. Kube                                            : Gatra Atmaja

                                                                  : Komang Suastika



      Sie. Kerop/ P. Mental                          : Nyoman Sudiarsa

                                                                  : Gusti Krisna Wangsa

                                                                  : Nyoman Budirat

                                                                  : Nyoman Sumuaka

                                                                  : Made Sumaryadi



      Sie O.R / Kes                                      : Wayan Mastawan

                                                                  : Dewa Budiarna

                                                                  : Nyoman Suarjana

                                                                  : Gede Sudarjana



      Sie. Lingkungan Hidup                       : Gede Suma Putra

                                                                  : Ketut Hartawan

                                                                  : Komang Adiyasa



      Sie Humas                                           : Dewa Suastika

                                                                  : Gede Jaya

                                                                  : Putu Aryawan

                                                                  : Gusti Ngurah Kertaraharja



      Sie. Pembantu Umum                         : Klian Sekeha Teruna-Truni Se Desa Bungkulan



      Anggota Karang Taruna                                 : Teruna-Teruni Se-Desa Bungkulan dari umur 11 s/d 45 tahun