z Pura Meduwe Karang Penjaga Kesuburan Tanah ~ Adi Ngurah

Jumat, 29 Juli 2011

Pura Meduwe Karang Penjaga Kesuburan Tanah


PURA Meduwe Karang di Desa Kubutambahan Kecamatan Kubutambahan, Buleleng sebuah tanda besar untuk meneguhkan Pulau Bali sebagai daerah agraris, secara spiritual maupun fisikal. Meduwe Karang secara harfiah bisa diterjemahkan sebagai pemilik tanah. Artinya, sesuai namanya, pura ini punya ikatan spritual yang kuat dengan warga pengolah tanah di Kubutambahan dan sekitarnya, bahkan secara lebih umum juga dengan pengolah tanah di Kabupaten Buleleng dan Bali.
Di pura inilah warga pengolah tanah memohon kesuburan agar hasil panen di lahan perkebunan mereka bisa sukses. Ini terlihat jelas ketika digelar upacara pujawali pada Purnama Kaulu atau sekitar bulan Desember. Saat pujawali warga berbondong ke pura itu untuk nunas prani berupa bibit palawija, seperti bibit kacang, undis, jagung, dan ubi kayu. Bibit itu kemudian dijadikan semacam spirit untuk ditanam di wilayah perkebunan mereka.
Klian Desa Pakraman Kubutambahan, Jero Warkadea, mengatakan Pura Meduwe Karang merupakan Pura Dang Kahyangan Jagat Bali yang berkaitan erat dengan perjalanan Sri Paduka Batara Parameswara Sri Hyang Ning Hyang Adi Dewa Lancana di Pura Jurang Pingit Desa Bulian. Pura ini juga punya hubungan dengan pura-pura lain di sekitarnya, seperti Pura Patih yang berada di sebelah selatan Pura Meduwe Karang yang dipisahkan dengan Jalan Raya Singaraja-Amlapura.
Selain jalan raya, di antara dua pura itu terdapat satu jalan desa menuju Desa Bulian. Maka, sela antara dua pura ini dipercaya sebagai pintu gerbang untuk keluar-masuk ke Desa Bulian. Palinggih-palinggih yang ada di Pura Meduwe Karang dan Pura Patih merupakan wujud dari penjagaan karang dan tanaman yang ada di atasnya. Misalnya di dalam Pura Meduwe Karang di sebelah utara terdapat palinggih Ratu Ngurah Punggawa. Punggawa biasa disebut camat zaman sekarang yang bertugas menjaga wilayah. Di sebelah selatan terdapat palinggih Ratu Ayu Pemaban yang menjaga tanah agar tetap subur.
Dulu, kata Jero Warkadea, Ratu Ayu Pemaban yang melinggih di pura itu pernah disebutkan kecewa kepada warga sehingga pindah ke Pura Bukit Dulang di Bukti. Sejak itu tanah di wilayah Kubutambahan menjadi kering dan tidak bisa ditanami. Warga kemudian menggelar upacara agar Ratu Ayu Pemaban mau kembali ke payogannya di Pura Meduwe Karang. Ratu Ayu pun mau kembali dan tanah di Kubutambahan kembali subur.
Secara fisik, Pura Meduwe Karang juga menunjukkan ciri khas sebagai pura yang bukan sekadar sebagai pemilik tanah, namun juga sebagai pura yang memberi penghargaan dan pengertian tentang betapa pentingnya membela atau memelihara tanah. Di areal pura itu terdapat Patung Kumbakarna yang direbut pasukan kera. Sesuai cerita dalam kitab Ramayana, Kumbakarna rela berperang melawan pasukan kera bukan untuk membela kakaknya, Rahwana. Namun, ia berperang untuk membela tanah airnya, Alengka. Selain itu, di sekeliling pura itu juga berjejer patung dengan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita Ramayana.
Selain memiliki makna perjuangan terhadap tanah, patung yang berjejer itu juga menimbulkan kesan turistik yang tertata dengan cita rasa seni tinggi dan unik.
Keunikan lain di pura itu juga tampak dari ukiran-ukirannya. Pada bagian dinding di sebelah utara terdapat ukiran relief orang naik sepeda. Yang lain adalah ukiran Batari Durga dalam manifestasinya sebagai Rangda. Rangda itu digambarkan dalam posisi duduk dengan kedua lututnya terbuka lebar. Sementara tangan kanannya memegang kepala seorang anak kecil yang berdiri di sebelah lutut, kaki kanan diletakkan di atas binatang bertanduk yang sedang berbaring.
Hasil studi dan penelitian sejarah Pura-Pura di Bali tahun 1981/1982 yang dilakukan Pemda Bali dan Institut Hindhu Dharma (IHD) Denpasar, Pura Maduwe Karang dibangun pada abad ke-19 Masehi, tepatnya pada tahun 1890. Pura itu dibangun oleh warga yang berasal dari Desa Bulian, sebuah Desa Bali Kuno, yang memutuskan untuk menetap dan mengolah tanah perkebunan di Desa Kubutambahan. Namun di sisi lain, Jero Warkadea mempercayai pura itu sudah berdiri pada tahun 1250 Masehi. Ini sesuai dengan masa kejayaan Bulian yang tertera dalam Prasasti Bulian A dan Bulian B.

0 komentar:

Posting Komentar