z Puasa Siwaratri Semestinya Tiap Bulan ~ Adi Ngurah

Sabtu, 21 Januari 2012

Puasa Siwaratri Semestinya Tiap Bulan



Marayakan Siwaratri pada hakekatnya adalah melakukan pengendalian diri. Caranya dengan upawasa, monobrata, dan jagra. Namun, umat Hindu semestinya tiap bulan berpuasa.
Pada pertengahan bulan November dan sampai pertengahan bulan Desember 2001 yang lalu, angkasa Nusantara seolah-olah dipenuhi oleh kata-kata "puasa, puasa, dan puasa". Pagi-pagi buta televisi dan radio sudah menyiarkan acara yang berkaitan dengan puasa. Kalaupun kita tidak menyalahkan kedua barang ajaib tersebut, speaker masjid tempat tinggal kita juga berteriak "sahur-sahur, sahur-sahur". Tak ketinggalan iklan di tv, radio, pamplet dan spanduk di jalanan menuliskan "Selamat Menjalankan Ibadah Puasa". Ya benar, pada waktu itu bertepatan dengan bulan Ramadhan bagi orang Islam.

Sebagai anggota masyarakat yang hidup di tengah-tengah orang yang menjalankan puasa, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, kita akan mendengar, melihat juga memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan ritual tahunan tersebut. Namun hal ini juga menggugah keingintahuan dalam diri kita sebagai orang Hindu. Kemudian akan timbul pertanyaan, adalah puasa dalam ajaran Hindu? Kalaupun ada, mantra atau sloka manakah dalam Weda yang memerintahkan untuk berpuasa, kapan, dan bagaimana melakukannya?
Pada orang-orang Jawa ajaran puasa ini juga cukup memasyarakat. Kita mengenal banyak macam puasa. Ada yang dinamakan "Pasa Ngebleng" yaitu puasa tidak makan tidak minum dan ngumpet di suatu tempat tertentu, biasanya di kamar atau juga membuat lubang di tanah, waktunya bisa 1 hari 1 malam, 3 hari 3 malam atau 7 hari 7 malam dan seterusnya. Hal ini mirip dengan puasa Nyepi. Ada juga puasa "Mutih" yaitu puasa hanya dengan makan nasi putih tanpa lauk tanpa garam, minumnya juga hanya air putih tanpa pemanis. Waktunya fleksibel ada yang 1 hari, 3 hari, 7 hari. Kemudian puasa "Ngrowot" yaitu puasa hanya makan umbi-umbian, buah-buahan selain nasi. Ada juga puasa tidak tidur atau "melek".
Pertanyaan semakin kuat, adakah ajaran puasa dalam Hindu? Ya, benar. Ajaran Hindu penuh dengan ajaran puasa yang dikenal dengan istilah tapa, meskipun istilah puasa itu sendiri berasal dari bahasa Sanskerta dari kata upawasa. Jadi sebenarnya Islam Indonesia telah meminjam istilah puasa dari Hindu sebab puasa dalam bahasa Arab adalah shaum, di Jawa dan Sunda istilahnya menjadi syiam. Tapa berarti pengendalian atas indra-indra dan pikiran. Dengan tapa orang mencapai kesucian, dengan kesucian orang bisa dekat dengan Hyang Widhi. Dunia ini bisa berjalan dengan baik karena disangga oleh salah satunya adalah tapa.

Artarwa Weda XII.1.1 mengatakan:

Satyam brhad rtam ugram diksa, tapo brahma yajna prthiwim dharayanti.
Artinya: Sesungguhnya Satya, rta, diksa, tapa, brahma dan Yajna yang menyangga dunia.

Yajur Weda XX.25 mengatakan:

Dengan melakukan tapa (brata) seseorang memperoleh diksa (penyucian), dengan melakukan diksa seseorang memperoleh daksina, dengan daksina seseorang memperoleh sraddha dan dengan sraddha seseorang memperoleh satya.

Atharwa Weda VIII.9.3 mengatakan:

Brahma-enad vidyat tapasa vipascit.
Artinya: Orang yang bijaksana mengetahui Hyang Widhi dengan sarana tapa (penebusan dosa).

Artarwa Weda IV.11.6 mengatakan:

Yena devah svar aruruhur, hitva sariram amrtasya nabhim
Tena gesma sukrtasya lokam, gharmasya vratena tapasa ya sasya vah.
Artinya: Dengan pertolongan Hyang Widhi, orang-orang bijaksana sesudah kematian memperoleh keselamatan, yang mencapai pusat nectar (minuman dewa) yakni kebahagiaan sejati. Semoga kami yang berkeinginan kemasyuran juga mencapai kekekalan itu, melalui pelaksanaan pertapaan yang keras dan menjalankan janji (brata).

Atharwa Weda XI.8.2 mengatakan:

Tapas caiva-astam karma ca-antar mahati-arna ve.
Artinya: Tapa dan keteguhan hati adalah satu-satunya juru selamat di dunia yang mengerikan.

Rg Weda IX.83.1 mengatakan:

Atapta-tanur na tad amo asnute.
Artinya: Orang tidak bisa menyadari Sang Hyang Widhi Wasa, Yang Maha Agung tanpa melaksanakan tapa.

Intisari tapa adalah pengendalian atau pembatasan atas dua hal yaitu pikiran dan indra-indra. Indra jumlahnya ada lima yang disebut Panca Indra. Indra mempunyai alat indra yang juga berjumlah lima yang disebut Panca Karmendriya, dan mempunyai obyek indra yang disebut Panca Tanmatra.

Indra-indra itu antara lain:
1. Indra pendengaran alatnya telinga obyeknya suara.
2. Indra sentuhan alatnya kulit obyeknya angin dan hal-hal yang bila menyentuh terasa menyenangkan.
3. Indra penglihatan alatnya mata obyeknya cahaya atau wujud-wujud.
4. Indra pengecap alatnya lidah obyeknya makanan, minuman.
5. Indra penciuman alatnya hidung obyeknya bau.
Pengendalian atas indra-indra itu adalah sebagai berikut:
1. Pengendalian atas indra pendengaran berarti membatasi telinga untuk mendengarkan hal-hal yang menyenangkan seperti suara musik, suara pujian termasuk suara merdu sang pacar.
2. Pengendalian atas indra sentuhan berarti membatasi kulit untuk merasakan hal-hal yang menyenangkan seperti sentuhan halus kulit kekasih, tempat tidur atau kursi yang empuk, dan lain-lain.
3. Pengendalian atas indra penglihatan berarti membatasi mata untuk melihat hal-hal yang menyenangkan seperti TV, film, VCD porno, wajah cantik atau tampan, dan sebagainya, tapi arahkan penglihatan ke dalam batin, ke wujud Atman terus ke wujud Sivatattwa, karena di sana lebih indah dan lebih menyenangkan.
4. Pengendalian atas indra pengecap berarti puasa tidak makan dan minum serta membatasi lidah untuk berbicara, bicara hanya hal-hal yang perlu dan baik.
5. Pengendalian atas indra penciuman berarti membatasi hidung untuk mencium bau-bau yang menyenangkan seperti bau harum parfum, makanan, termasuk harum pipi kekasihnya.
Itulah kelima indra yang harus dikendalikan. Kunci untuk bisa mengendalikan indra adalah pengendalian atas pikiran. Pikiran mempunyai jangkauan yang tak terbatas, kecepatannya melebihi kecepatan cahaya, tajamnya melebihi ketajaman pedang. Kalau bisa mengendalikan pikiran kelima indra juga mudah untuk ditundukkan. Cara mengendalikan pikiran pertama pikiran harus dibersihkan dengan cara membaca atau melantunkan mantra-mantra atau sloka-sloka Weda, dan meditasi.
Ada banyak ragam puasa, namun sayang umat Hindu di Indonesia hanya menjalankan 2 puasa secara massal yaitu puasa Nyepi dan puasa Siwa Ratri. Namun demikian sesungguhnya umat Hindu bisa menjalankan puasa Siwa Ratri setiap bulan, sebab setiap bulan kita bertemu dengan Siwa Ratri yaitu pada purwani tilem.
Bhagawan Sri Stya Sai Baba mengatakan:
"Beginilah, malam dikuasai oleh bulan. Bulan mempunyai enam belas kala atau bagian-bagian kecil. Setiap hari bila bulan menyusut, berkuranglah satu bagian kecil hingga bulan hilang seluruhnya pada malam bulan yang baru. Setelah itu setiap hari tampak sebagaian, hingga lengkap pada bulan purnama. Bulan adalah dewata yang menguasai manas yaitu pikiran dan perasaan hati. 'Candramaa manaso jaathah'. Dari Manas (pikiran) Purusha (Tuhan) timbullah bulan. Ada daya tarik menarik yang erat antara pikiran dan bulan, keduanya dapat mengalami kemunduran atau kemajuan. Susutnya bulan adalah simbul susutnya pikiran dan perasaan hati, karena pikiran dan perasaan hati dikuasai, dikurangi akhirnya dimusnahkan. Semua sadhana ditujukan pada hal ini. Manohara, pikiran dan perasaan hati harus dibunuh, sehingga maya dapat dihancurkan dan kenyataan terungkapkan. Setiap hari selama dua minggu ketika bulan menggelap, bulan, dan secara simbolis rekan imbangnya di dalam diri manusia yaitu 'manas' menyusut dan lenyap sebagian, kekuatannya berkurang, dan akhirnya pada malam keempat belas, Chaturdasi, sisanya hanya sedikit. Jika pada hari itu seorang sadhaka berusaha lebih giat, maka sisa yang kecil itupun dapat dihapuskan dan tercapailah Manonigraha (penguasaan pikiran dan perasaan hati). Oleh karena itu Chaaturdasi dari bagian yang gelap disebut Siwaratri. Karena malam itu seharusnya digunakan untuk japa dan dhyana kepada Siwa tanpa memikirkan soal yang lain, baik soal makan maupun tidur. Dengan demikian keberhasilan pun terjamin. Dan sekali setahun pada malam Mahasiwaratri, dianjurkan mengadakan kegiatan spiritual yang istimewa agar apa yang Savam (jasat atau simbol orang yang tak memahami kenyataan sejati) menjadi Sivam (terberkati, baik, ilahi) dengan menyingkirkan hal yang tak berharga, yang disebut Manas."
Jadi dengan bisa dikuasainya pikiran, indra-indrapun akan lebih mudah ditundukkan dan kebahagiaan yang sejati akan tercapai.
Wrhaspati Tattwa mengajarkan ada 3 jalan untuk mencapai moksa, yaitu:
1. Jnanabhyadreka artinya jalan pengetahuan tentang semua tattwa.
2. Indriyayogamaarga artinya jalan pengendalian atas indra dengan melepaskan diri dari segala indra atau tidak menikmati indra.
3. Trsnadosaksaya artinya memusnahkan buah perbuatan baik dan buruk atau kerja tanpa mengikatkan diri pada hasil kerja.
Selamat menjalankan puasa Mahasiwaratri dan jangan lupa bulan berikutnya ada Siwararti juga yang harus dimanfaatkan untuk berpuasa agar bisa mencapai kesucian lahir dan batin.

sumber : http://www.parisada.org/index.php?Itemid=29&id=268&option=com_content&task=view

0 komentar:

Posting Komentar