z Sukses Berantas Prostitusi--- Desa Pakraman Bukti Kini Berjuang Entaskan Warga dari Kemiskinan ~ Adi Ngurah

Rabu, 15 Juni 2011

Sukses Berantas Prostitusi--- Desa Pakraman Bukti Kini Berjuang Entaskan Warga dari Kemiskinan



Potret Desa Pakraman Bukti Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, sekitar tahun 1980 hingga tahun 2000 sungguh sangat memprihatinkan. Selain dikenal memiliki ''sarang pelacuran'', desa itu juga dikenal sebagai salah satu kantong kemiskinan terparah di Buleleng. Kini, melalui awig-awig yang ketat dan tegas, praktik pelacuran sudah bisa diberantas hingga ke akar-akarnya. Namun masalah kemiskinan tampaknya tak bisa hanya diselesaikan dengan awig-awig. Kemiskinan di desa itu sudah begitu mengakar dan sulit untuk dientaskan jika tak ada uluran tangan dari pihak lain, misalnya pemerintah. Potensi apa saja yang dimiliki Desa Pakraman Bukti?
======================================================== 
DESA Pakraman Bukti yang terletak di pesisir utara bagian timur Buleleng itu cukup terkenal di Bali. Namun warga di desa itu sungguh-sungguh sangat tidak bangga dengan keterkenalan itu. Karena yang menjadikan desa itu terkenal adalah hal-hal yang berbau negatif, seperti pelacuran dan kemiskinan. Bahkan banyak warga Desa Bukti yang bekerja di Denpasar tak mau mengakui dirinya sebagai warga Desa Bukti dan cukup nyaman menyebut rumahnya di Kubutambahan atau Air Sanih yang lokasinya bersebelahan dengan Desa Bukti. 
Klian Desa Pakraman Bukti Gede Rumasta mengakui bahwa sekitar tahun 1990-an warganya sangat malu mengaku sebagai warga Desa Bukti. Karena memang desa itu dulunya dikenal sebagai desa yang memiliki banyak pondok kecil di pinggir jalan atau di tengah kebun yang menyediakan wanita-wanita pemuas nafsu lelaki. ''Sedikitnya dulu ada 15 rumah yang digunakan sebagai tempat prostitusi,'' sebut Rumasta. 
Banyaknya pondok prostitusi itu bukan saja membuat warga menjadi malu, namun juga membuat warga lain menjadi terganggu. Dulu, setiap malam warga yang rumahnya berada di tepi jalan sulit tidur. Karena para pemuda dan lelaki-lelaki hidung belang masih berseliweran dengan suara motor yang cukup keras hingga dini hari. Belum lagi warga terganggu dengan begitu seringnya terjadi keributan antarpemuda di desa itu yang dipicu minuman keras dan lain-lain.  
Namun, kini prostitusi sudah tak ada lagi di Bukti. Warga kembali bisa tidur nyaman dan tak perlu malu lagi mengaku sebagai warga Desa Bukti. Suksesnya pemberantasan prostitusi itu ternyata tak bisa dilepaskan dari peran desa pakraman. Pihak desa pakraman berjuang secara maraton sejak sekitar tahun 2005 untuk memberangus satu per satu pondok-pondok yang digunakan sebagai ajang pelacuran.
Menurut Rumasta, pihak desa pakraman awalnya melakukan pendekatan secara personal kepada sejumlah mucikari yang memang berasal dari Desa Bukti. Para mucikari itu diimbau untuk menutup usaha mereka yang membuat nama Desa Bukti jadi negatif di mata warga Bali lainnya. Pendekatan secara personal tak sepenuhnya berhasil sehingga kemudian diadakan paruman desa. Dalam paruman akhirnya disepakati membuat pararem yang dituangkan dalam awig-awig. 
Dalam peraturan itu disebutkan, jika seorang warga desa setempat membawa orang dari luar selama 2 x 24 jam maka warga desa yang mengajak dan yang diajak wajib melapor ke klian desa pakraman. Jika tidak melapor dan tepergok maka yang bersangkutan harus membayar denda Rp 100.000. Jika yang bersangkutan mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya makan dendanya lebih banyak lagi, yakni Rp 250.000. Dan, jika warga mengulangi kesalahan yang sama untuk ketiga kalinya, sanksinya bukan lagi berupa uang, namun lebih berat lagi. Warga tersebut akan kasepekang (dikucilkan). Jika warga tersebut tetap keras kepala dan mengulangi kesalahan untuk keempat kalinya, maka warga itu dikenai sanksi karonaya (diusir) dari desa. Dengan peraturan itu, warga tak berani lagi mengajak warga lain, apalagi mengajak wanita penghibur, untuk menetap di rumah mereka selama bermalam-malam.
Rumasta mengatakan penerapan peraturan itu awalnya memang cukup sulit. Namun dengan didukung oleh warga pakraman yang lain, maka peraturan itu bisa diterapkan sehingga prostitusi bisa diberantas dan tak bisa tumbuh lagi di desa itu. ''Awalnya kami bersama aparat desa dan Camat Kubutambahan Made Suyasa begadang untuk menertibkan para mucikari dan wanita penghibur itu, namun secara perlahan praktik prostitusi akhirnya bisa dilenyapkan,''

0 komentar:

Posting Komentar